Masyarakat
Ekonomi Asean
(MEA)
MEA
adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan
bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN
lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN
Economic Community (AEC).
Pada KTT
di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk
mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif
dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan
kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020).
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas ASEAN pada tahun 2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas ASEAN pada tahun 2020.
Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.
Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.
Karakteristik Dan Unsur Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang
dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan
negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi
melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam
mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan
prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar
ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap
sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis
aturan.
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN,
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN,
Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
- Pengembangan
sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
- Pengakuan
kualifikasi profesional;
- Konsultasi
lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
- Langkah-langkah
pembiayaan perdagangan;
- Meningkatkan
infrastruktur
- Pengembangan
transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
- Mengintegrasikan
industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
- Meningkatkan
keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya
perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara
keseluruhan untuk tetap melihat ke depan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
- Pasar dan basis produksi tunggal,
- Kawasan
ekonomi yang kompetitif,
- Wilayah
pembangunan ekonomi yang merata
- Daerah
terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik
ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari
masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan
dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di
antara para pemangku kepentingan yang relevan.
Sejauh
manakah kesiapan kita menghadapi MEA alias Masyarakat Ekonomi Asean..? Berikut
ini saya sharingkan salahsatu artikel seputar MEA. Dua
tahun lagi bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan diri menuju terwujudnya
Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC) 2015. Jika
tak cepat-cepat sadar, bangsa Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi sapi
perah bagi negara-negara ASEAN lainnya yang lebih siap menjual produknya, baik
barang dan jasa, maupun tenaga kerjanya.
Sejumlah
kementerian menyatakan optimistis mampu menyongsong AEC dengan tegap. Salah
satunya ditunjukkan dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang
Kebijakan Industri Nasional. Di situ disebutkan, Indonesia bakal menjadi Negara
industri yang tangguh pada 2025. Pada 2020, akan dicanangkan Indonesia menjadi
negara industri maju baru. Hal itu merujuk Deklarasi Bogor 1995 menyangkut
liberalisasi pasar bebas di negara-negara kawasan Asia Pasifik (APEC).
Bahkan,
pada 2020, kontribusi industri non-migas ditargetkan mampu mencapai 30%
terhadap PDB. Selama kurun waktu 2010 sd 2020 industri harus tumbuh rata-rata
9,43% dengan pertumbuhan industri kecil (IK), industri menengah (IM), dan
industri besar (IB) masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%.
Upaya terukur yang harus dilakukan antara lain adalah meningkatkan nilai tambah
industri, menguatkan pasar dalam dan luar negeri, meningkatkan kemampuan
inovasi dan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Kementerian
Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan, pertama mengembangkan 35 klaster
industri prioritas. Kedua, menetapkan kompetensi inti industri daerah yang
merupakan keunggulan daerah. Ke-35 kluster industri prioritas di daerah itu
meliputi; pertama, industri agro dalm bentuk pengolahan kelapa sawit, industry
karet, industry kakao, industry pengolahan kelapa, industri pengilahan kopi,
gula, tembakau, buah-buahan, furniture, ikan, kertas, dan pengolahan susu.
Kedua,
industri alat angkut yang meliputi industry kendaraan bermotor, perkapalan,
kedirgantaraan, dan perkeretaapian. Ketiga, industri elektronika dan telematika
yang meliputi industrii elektronika, , telekomunikasi, dan komputer. Keempat,
industri manufaktur yang terdiri atas industri material dasar, industri besi
baja, semen, petrokimia, dan keramik. Lalu, industri permesinan untuk industri
peralatan listrik dan mesin listrik, industri manufaktur padat karya , maupun
industry kecil dan menengah tertentu yang meliputi batu mulia dan perhiasan,
garam rakyat, gerabak dan keramik, minyak atsiri, dan makanan ringan. Industri
tersebut menyebar di 18 provinsi dari Aceh hingga Papua.
Sementara
itu, Kementeian Koperasi dan UKM sudah mengembangkan sentra-sentra produksi
dengan konsep one village one product (OVOP). Program
OVOP menciptakan produk khas daerah tertentu di regional, yang sesuai keinginan
konsumen. “Jadi, produk yang punya nilai tambah yang menjadi nilai kompetitif
produk itu bersaing secara nasional maupun internasional,”
kata Menkop dan UKM Syarif Hasan, saat meresmikan produk OVOP sarung
goyor, tenun lurik, dan batik di Kabupaten Sragen, Jateng, akhir bulan lalu.
Menkop
yakin, program OVOP tidak hanya mengurangi angka pengangguran, tapi juga mampu
mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6,8% tahun ini dan 7% pada
2014. Target itu dapat dicapai jika ada keberpihakan pemerintah dalam bentuk
pemberian kredit usaha rakyat (KUR), bantuan sosial, termasuk lewat
program Corporate and Social Responsibility (CSR), maupun
penyaluran dana bergulir. Pemerintah juga harus merevitalisasi pasar
tradisional.
”Jika
aktivitas pelaku KUKM meningkat, peluang kerja pun semakin bertambah,” kata
Menkop. Menurut dia, program itu sejalan dengan kebijakan pro job, pro
poor, dan pro growth. Kementerian itu juga sudah
mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional di kalangan mahasiswa di 85
perguruan tinggi di 15 kota.
Desa
Produktif
Mirip
dengan program OVOP-nya Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Tenaga Kerja
dan Transmigrasi juga sudah mencanangkan 132 desa produktif yang tersebar di 33
provinsi di seluruh Indonesia. Menakertrans Muhaimin Iskandar menjelaskan,
program unggulan yang dikembangkan di desa produktif meliputi pelatihan teknis
dan manajerial tenaga kerja, padat karya produktif, pemagangan, teknologi tepat
guna, dan pelatihan usaha mandiri (wirausaha).
“Pola
pengembangan yang dibidik adalah pembentukan desa perkebunan, desa persawahan,
desa industri kecil dan kerajinan, serta desa perdagangan dan jasa,” kata
Muhaimin saat mencanangkan program itu di Desa Tutul, Kecamatan Balung,
Kabupaten Jember, Jatim, awal tahun ini.
Menurut Muhaimin, pencanangan desa produktif itu juga dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan penyerapan tenaga kerja di kawasan pedesaan. Program itu juga dapat mencegah terjadinya urbanisasi dari desa ke kota.
Menurut Muhaimin, pencanangan desa produktif itu juga dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan penyerapan tenaga kerja di kawasan pedesaan. Program itu juga dapat mencegah terjadinya urbanisasi dari desa ke kota.
Dipilihnya
Desa Tutul sebagai salah satu percontohan, karena kini tak ada
pengangguran di sana. Sebanyak 9.900an jiwa warga desa itu terlibat kerajinan
tangan seperti kalung, gelang, tasbih, alat musik, makanan dan
minuman, hingga peternakan. Perajin di sana semula berpenghasilan rata-rata Rp
5,4 juta per bulan/orang pada 2011. Setelah pencanangan, penghasilan rata-rata
sudah meningkat menjadi Rp 5,6 juta/orang/bulan pada 2012.
Dibutuhkan
berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus contoh keberhasilan program mengentaskan
kemiskinan dan mendongkrak produksi barang dan jasa yang berkualitas dan
kompetitif. Ya, agar masyarakat Indonesia tak lagi bergantung pada produk impor
dan mengagung-agungkan impor branded.Local branded pun
bisa dibanggakan di negeri orang.
Analisis :
Menghadapi
Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan momok yang
menakutkan bagi beberapa kalangan. Misalnya ada kekhawatiran bahwa lahan nafkah
hidupnya akan diambil pendatang yang berasal dari luar Indonesia.
Menghadapi
persaingan bebas dengan para pendatang saat MEA tahun 2015, agar merek Indonesia, entah produk atau jasa
bisa dikenal, tidak hanya oleh pasar dalam negeri namun juga oleh luar negeri
sehingga mampu bersaing dengan para pendatang asing.
Pertama
yang perlu dilakukan adalah meyakini bahwa merek produk atau jasa yang kita
tawarkan harus sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran. Selanjutnya kita harus
memiliki arti dari merek yang akan ditanamkan secara kuat di benak konsumen.
Misalnya mengacu kepada kekhawatiran dokter Indonesia tersebut diatas,
kompetensi pribadi sebagai sebagai seorang dokter yang memiliki keahlian
spesialisasi perlu disampaikan kepada masyarakat yang merupakan calon pasien.
Hal yang
lebih penting sebagai dasar dari membangun merek adalah kita mampu menjawab apa
yang ditanyakan oleh konsumen, yakni ‘Who we are?’ Identitas
merek yang ingin kita tampilkan sehingga segera dikenali oleh pemakai produk
atau jasa kita. Misalnya pasar sasaran mengenal kita sebagai ahli pemasaran,
atau ahli sistem teknologi informasi.
Tidak
cukup hanya identitas merek yang perlu dimiliki namun juga arti atau nilai
sebagai merek (Who we are). Misalnya, setelah dikenal sebagai
ahli dalam kompetensi tertentu, kita memiliki merek yang memberi arti misalnya
Ayam Goreng Ny. Suharti, dikenal sebagai ahli dalam meracik resep ayam goreng
yang terkenal lezat dan renyah. Lambat laun Ny. Suharti, nama sang pendiri,
menjadi merek yang memberi arti masakan khusus ayam goreng tradisional
Indonesia yang lezat dan renyah.
Sebagai
pemilik merek, kita tidak cukup hanya berhenti di tahap ini, namun untuk
langgengnya merek di benak konsumen perlu dirancang penelitian mengenai
tanggapan pasar sasaran terhadap merek kita (What about you? What do I
think or feel about you?). Apakah setelah mereka menikmati ayam goreng
Ny. Suharti ada perasaan puas sehingga ada keterikatan emosi yang menyebabkan
selalu mencari Ny. Suharti jika ingin menikmati ayam goreng tradisional.
Tahap
paling akhir untuk membangun merek, perlu dibangun hubungan yang semakin
mempererat merek dengan pasar sasaran (What about you and me? What kind
of association and how much of a connection would I like to have with you?). Asosiasi
Ny. Suharti dengan pelanggannya telah terbangun dengan berbagai program,
misalnya selama bulan puasa menyediakan menu ta’jil sebagai pembuka puasa.
Keempat
konsep yang dikemukakan di atas disebut sebagai ‘branding ladder’ untuk
membangun merek (Keller, K., 2003). Istilah ‘ladder’ (baca:
jenjang) memberikan pengertian bahwa tahap demi tahap konsep perlu dilakukan.
Tidak dapat meloncat ke tahap akhir sebelum melalui tahap awal.
Keempat
konsep dapat diaplikasikan dalam organisasi maupun pribadi. Bila kita
mengetahui cara membangunnya, maka tidak mungkin kita mampu bersiang dengan
para pendatang dari luar Indonesia saat MEA 2015 diberlakukan. Tidak ada
ketakutan lagi, sebaliknya menjadi pemicu agar kta semakin bertambah baik.
Semangat!
Referensi
0 komentar:
Posting Komentar