CLICK HERE FOR FREE BLOGGER TEMPLATES, LINK BUTTONS AND MORE! »

Jumat, 16 Januari 2015

MEA

Masyarakat Ekonomi Asean
                                 (MEA)  

  
MEA adalah bentuk integrasi ekonomi ASEAN dalam artian adanya system perdagaangan bebas antara Negara-negara asean. Indonesia dan sembilan negara anggota ASEAN lainnya telah menyepakati perjanjian Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau ASEAN Economic Community (AEC).
Pada KTT di Kuala Lumpur pada Desember 1997 Para Pemimpin ASEAN memutuskan untuk mengubah ASEAN menjadi kawasan yang stabil, makmur, dan sangat kompetitif dengan perkembangan ekonomi yang adil, dan mengurangi kemiskinan dan kesenjangan sosial-ekonomi (ASEAN Vision 2020).

Pada KTT Bali pada bulan Oktober 2003, para pemimpin ASEAN menyatakan bahwa Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan menjadi tujuan dari integrasi ekonomi regional pada tahun 2020, ASEAN Security Community dan Komunitas Sosial-Budaya ASEAN dua pilar yang tidak terpisahkan dari Komunitas ASEAN. Semua pihak diharapkan untuk bekerja secara yang kuat dalam membangun Komunitas ASEAN pada tahun 2020.

Selanjutnya, Pertemuan Menteri Ekonomi ASEAN yang diselenggarakan pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia, sepakat untuk memajukan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) dengan target yang jelas dan jadwal untuk pelaksanaan.

Pada KTT ASEAN ke-12 pada bulan Januari 2007, para Pemimpin menegaskan komitmen mereka yang kuat untuk mempercepat pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 yang diusulkan di ASEAN Visi 2020 dan ASEAN Concord II, dan menandatangani Deklarasi Cebu tentang Percepatan Pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 Secara khusus, para pemimpin sepakat untuk mempercepat  pembentukan Komunitas Ekonomi ASEAN pada tahun 2015 dan untuk mengubah ASEAN menjadi daerah dengan perdagangan bebas barang, jasa, investasi, tenaga kerja terampil, dan aliran modal yang lebih bebas.

Karakteristik Dan Unsur Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) adalah realisasi tujuan akhir dari integrasi ekonomi yang dianut dalam Visi 2020, yang didasarkan pada konvergensi kepentingan negara-negara anggota ASEAN untuk memperdalam dan memperluas integrasi ekonomi melalui inisiatif yang ada dan baru dengan batas waktu yang jelas. dalam mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA), ASEAN harus bertindak sesuai dengan prinsip-prinsip terbuka, berorientasi ke luar, inklusif, dan berorientasi pasar ekonomi yang konsisten dengan aturan multilateral serta kepatuhan terhadap sistem untuk kepatuhan dan pelaksanaan komitmen ekonomi yang efektif berbasis aturan.

Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan membentuk ASEAN sebagai pasar dan basis produksi tunggal membuat ASEAN lebih dinamis dan kompetitif dengan mekanisme dan langkah-langkah untuk memperkuat pelaksanaan baru yang ada inisiatif ekonomi; mempercepat integrasi regional di sektor-sektor prioritas; memfasilitasi pergerakan bisnis, tenaga kerja terampil dan bakat; dan memperkuat kelembagaan mekanisme ASEAN. Sebagai langkah awal untuk mewujudkan Masyarakat Ekonomi ASEAN,

Pada saat yang sama, Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) akan mengatasi kesenjangan pembangunan dan mempercepat integrasi terhadap Negara Kamboja, Laos, Myanmar dan VietNam melalui Initiative for ASEAN Integration dan inisiatif regional lainnya.
Bentuk Kerjasamanya adalah :
  1. Pengembangan sumber daya manusia dan peningkatan kapasitas;
  2. Pengakuan kualifikasi profesional;
  3. Konsultasi lebih dekat pada kebijakan makro ekonomi dan keuangan;
  4. Langkah-langkah pembiayaan perdagangan;
  5. Meningkatkan infrastruktur
  6. Pengembangan transaksi elektronik melalui e-ASEAN;
  7. Mengintegrasikan industri di seluruh wilayah untuk mempromosikan sumber daerah;
  8. Meningkatkan keterlibatan sektor swasta untuk membangun Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA).
Pentingnya perdagangan eksternal terhadap ASEAN dan kebutuhan untuk Komunitas ASEAN secara keseluruhan untuk tetap melihat ke depan,
karakteristik utama Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA):
  1. Pasar dan basis produksi tunggal,
  2. Kawasan ekonomi yang kompetitif,
  3. Wilayah pembangunan ekonomi yang merata
  4. Daerah terintegrasi penuh dalam ekonomi global.
Karakteristik ini saling berkaitan kuat. Dengan Memasukkan unsur-unsur yang dibutuhkan dari masing-masing karakteristik dan harus memastikan konsistensi dan keterpaduan dari unsur-unsur serta pelaksanaannya yang tepat dan saling mengkoordinasi di antara para pemangku kepentingan yang relevan.
Sejauh manakah kesiapan kita menghadapi MEA alias Masyarakat Ekonomi Asean..? Berikut ini saya sharingkan salahsatu artikel seputar MEA. Dua tahun lagi bukanlah waktu yang lama untuk mempersiapkan diri menuju terwujudnya Masyarakat Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Community/AEC)  2015. Jika tak cepat-cepat sadar, bangsa Indonesia dikhawatirkan hanya akan menjadi sapi perah bagi negara-negara ASEAN lainnya yang lebih siap menjual produknya, baik barang dan jasa, maupun tenaga kerjanya.
Sejumlah kementerian menyatakan optimistis mampu menyongsong AEC dengan tegap. Salah satunya ditunjukkan dengan Peraturan Presiden Nomor 28 Tahun 2008 tentang Kebijakan Industri Nasional. Di situ disebutkan, Indonesia bakal menjadi Negara industri yang tangguh pada 2025. Pada 2020, akan dicanangkan Indonesia menjadi negara industri maju baru. Hal itu merujuk Deklarasi Bogor 1995 menyangkut liberalisasi pasar bebas di negara-negara kawasan Asia Pasifik (APEC).
Bahkan, pada 2020, kontribusi industri non-migas ditargetkan mampu mencapai 30% terhadap PDB. Selama kurun waktu 2010 sd 2020 industri harus tumbuh rata-rata 9,43% dengan pertumbuhan industri kecil (IK), industri menengah (IM), dan industri besar (IB) masing-masing minimal sebesar 10,00%, 17,47%, dan 6,34%. Upaya terukur yang harus dilakukan antara lain adalah meningkatkan nilai tambah industri, menguatkan pasar dalam dan luar negeri, meningkatkan kemampuan inovasi dan teknologi industri yang hemat energi dan ramah lingkungan.
Kementerian Perindustrian telah menetapkan dua pendekatan, pertama mengembangkan 35 klaster industri prioritas. Kedua, menetapkan kompetensi inti industri daerah yang merupakan keunggulan daerah. Ke-35 kluster industri prioritas di daerah itu meliputi; pertama, industri agro dalm bentuk pengolahan kelapa sawit, industry karet, industry kakao, industry pengolahan kelapa, industri pengilahan kopi, gula, tembakau, buah-buahan, furniture, ikan, kertas, dan pengolahan susu.
Kedua, industri alat angkut yang meliputi industry kendaraan bermotor, perkapalan, kedirgantaraan, dan perkeretaapian. Ketiga, industri elektronika dan telematika yang meliputi industrii elektronika, , telekomunikasi, dan komputer. Keempat, industri manufaktur yang terdiri atas industri material dasar, industri besi baja, semen, petrokimia, dan keramik. Lalu, industri permesinan untuk industri peralatan listrik dan mesin listrik, industri manufaktur padat karya , maupun industry kecil dan menengah tertentu yang meliputi batu mulia dan perhiasan, garam rakyat, gerabak dan keramik, minyak atsiri, dan makanan ringan. Industri tersebut menyebar di  18 provinsi dari Aceh hingga Papua.
Sementara itu, Kementeian Koperasi dan UKM sudah mengembangkan sentra-sentra produksi dengan konsep one village one product (OVOP). Program OVOP menciptakan produk khas daerah tertentu di regional, yang sesuai keinginan konsumen. “Jadi, produk yang punya nilai tambah yang menjadi nilai kompetitif produk itu bersaing secara nasional maupun internasional,” kata  Menkop dan UKM Syarif Hasan, saat meresmikan produk OVOP sarung goyor, tenun lurik, dan batik di Kabupaten Sragen, Jateng, akhir bulan lalu.
Menkop yakin, program OVOP tidak hanya mengurangi angka pengangguran, tapi juga mampu mendongkrak pertumbuhan ekonomi nasional hingga 6,8% tahun ini dan 7% pada 2014. Target itu dapat dicapai jika ada keberpihakan pemerintah dalam bentuk pemberian kredit usaha rakyat (KUR), bantuan sosial, termasuk lewat program Corporate and Social Responsibility (CSR), maupun penyaluran dana bergulir. Pemerintah juga harus merevitalisasi pasar tradisional.
”Jika aktivitas pelaku KUKM meningkat, peluang kerja pun semakin bertambah,” kata Menkop. Menurut dia, program itu sejalan dengan kebijakan pro job, pro poor, dan  pro growth. Kementerian itu juga sudah mencanangkan Gerakan Kewirausahaan Nasional di kalangan mahasiswa di 85 perguruan tinggi di 15 kota.

Desa Produktif

Mirip dengan program OVOP-nya Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga sudah mencanangkan 132 desa produktif yang tersebar di 33 provinsi di seluruh Indonesia. Menakertrans Muhaimin Iskandar menjelaskan, program unggulan yang dikembangkan di desa produktif meliputi pelatihan teknis dan manajerial tenaga kerja, padat karya produktif, pemagangan, teknologi tepat guna, dan pelatihan usaha mandiri (wirausaha).
“Pola pengembangan yang dibidik adalah pembentukan desa perkebunan, desa persawahan, desa industri kecil dan kerajinan, serta desa perdagangan dan jasa,” kata Muhaimin saat mencanangkan program itu di Desa Tutul, Kecamatan Balung, Kabupaten Jember, Jatim, awal tahun ini.
Menurut Muhaimin, pencanangan desa produktif itu juga dimaksudkan untuk menciptakan kesempatan kerja baru dan penyerapan tenaga kerja di kawasan pedesaan. Program itu juga dapat mencegah terjadinya urbanisasi dari desa ke kota.
Dipilihnya Desa Tutul sebagai salah satu percontohan, karena  kini tak ada pengangguran di sana. Sebanyak 9.900an jiwa warga desa itu terlibat kerajinan tangan  seperti kalung, gelang, tasbih, alat musik, makanan dan minuman, hingga peternakan. Perajin di sana semula berpenghasilan rata-rata Rp 5,4 juta per bulan/orang pada 2011. Setelah pencanangan, penghasilan rata-rata sudah meningkat menjadi Rp 5,6 juta/orang/bulan pada 2012.
Dibutuhkan berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus contoh keberhasilan program mengentaskan kemiskinan dan mendongkrak produksi barang dan jasa yang berkualitas dan kompetitif. Ya, agar masyarakat Indonesia tak lagi bergantung pada produk impor dan mengagung-agungkan impor branded.Local branded pun bisa dibanggakan di negeri orang.  


Analisis :

Menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean (MEA) tahun 2015 bisa jadi merupakan momok yang menakutkan bagi beberapa kalangan. Misalnya ada kekhawatiran bahwa lahan nafkah hidupnya akan diambil pendatang yang berasal dari luar Indonesia.
Menghadapi persaingan bebas dengan para pendatang saat MEA tahun 2015,  agar merek Indonesia, entah produk atau jasa bisa dikenal, tidak hanya oleh pasar dalam negeri namun juga oleh luar negeri sehingga mampu bersaing dengan para pendatang asing.
Pertama yang perlu dilakukan adalah meyakini bahwa merek produk atau jasa yang kita tawarkan harus sesuai dengan kebutuhan pasar sasaran. Selanjutnya kita harus memiliki arti dari merek yang akan ditanamkan secara kuat di benak konsumen. Misalnya mengacu kepada kekhawatiran dokter Indonesia tersebut diatas, kompetensi pribadi sebagai sebagai seorang dokter yang memiliki keahlian spesialisasi perlu disampaikan kepada masyarakat yang merupakan calon pasien.
Hal yang lebih penting sebagai dasar dari membangun merek adalah kita mampu menjawab apa yang ditanyakan oleh konsumen, yakni ‘Who we are?’ Identitas merek yang ingin kita tampilkan sehingga segera dikenali oleh pemakai produk atau jasa kita. Misalnya pasar sasaran mengenal kita sebagai ahli pemasaran, atau ahli sistem teknologi informasi.
Tidak cukup hanya identitas merek yang perlu dimiliki namun juga arti atau nilai sebagai merek (Who we are). Misalnya, setelah dikenal sebagai ahli dalam kompetensi tertentu, kita memiliki merek yang memberi arti misalnya Ayam Goreng Ny. Suharti, dikenal sebagai ahli dalam meracik resep ayam goreng yang terkenal lezat dan renyah. Lambat laun Ny. Suharti, nama sang pendiri, menjadi merek yang memberi arti masakan khusus ayam goreng tradisional Indonesia yang lezat dan renyah.
Sebagai pemilik merek, kita tidak cukup hanya berhenti di tahap ini, namun untuk langgengnya merek di benak konsumen perlu dirancang penelitian mengenai tanggapan pasar sasaran terhadap merek kita (What about you? What do I think or feel about you?). Apakah setelah mereka menikmati ayam goreng Ny. Suharti ada perasaan puas sehingga ada keterikatan emosi yang menyebabkan selalu mencari Ny. Suharti jika ingin menikmati ayam goreng tradisional.
Tahap paling akhir untuk membangun merek, perlu dibangun hubungan yang semakin mempererat merek dengan pasar sasaran (What about you and me? What kind of association and how much of a connection would I like to have with you?). Asosiasi Ny. Suharti dengan pelanggannya telah terbangun dengan berbagai program, misalnya selama bulan puasa menyediakan menu ta’jil sebagai pembuka puasa.
Keempat konsep yang dikemukakan di atas disebut sebagai ‘branding ladder’ untuk membangun merek (Keller, K., 2003). Istilah ‘ladder’ (baca: jenjang) memberikan pengertian bahwa tahap demi tahap konsep perlu dilakukan. Tidak dapat meloncat ke tahap akhir sebelum melalui tahap awal.
Keempat konsep dapat diaplikasikan dalam organisasi maupun pribadi. Bila kita mengetahui cara membangunnya, maka tidak mungkin kita mampu bersiang dengan para pendatang dari luar Indonesia saat MEA 2015 diberlakukan. Tidak ada ketakutan lagi, sebaliknya menjadi pemicu agar kta semakin bertambah baik. Semangat!

Referensi